pendidikan dasar

Pada tahun 1984 dicanangkan wajib belajar pendidikan dasar enam tahun, dan setelah sepuluh tahun berjalan kembalai dicanangkan oleh pemerintah melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 s/d 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun sampai tamat. Dan lagi harapan itu begitu besar untuk agar masyarakat Indonesia minimal sampai tamat sekolah menengah pertama. Jika secara jujur mengevaluasi program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Enam Tahun yang sudah 10 tahun dicanangkan, kita masih dapat melihat masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang belum tamat setingkat pendidikan dasar. Permasalahan – permasalahan tersebut bukan semakin memudar, justru semakin mengkristal dan melahirkan masalah-masalah baru. Program-program baru pun muncul sebagai penunjang Wajadikdas 9 Tahun ini seperti: SMP Terbuka, SD-SMP Satu Atap, USB Dll.
Bagaimana dengan tahun 2008 ini?.
Sudah genap 14 tahun program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di canangkan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi-kondisi permasalahan terus membanyangi hingga saat ini, kendala-kendala dari berbagai aspek fisik maupun nonfisik masih belum dapat teratasi dengan optimal. Bahkan pemerintah menjanjikan akan tuntas pada tahun 2009, dengan melihat kondisi real dimana masih banyak masyarakat yang belum dapat meniklmati pendidikan. Sungguh ini suatu ironi, dimana di UUD 1945 dinyatakan mendapatkan pendidikan adalah suatu hak warga Negara sedangkan melalui Inpres dicanangkan wajib belajar. Sebenarnya pendidikan itu adalah hak atau kewajiban ?
Pendidikan dasar di Indonesia saat ini tengah mengalami permasalahan yang cukup komplek. Baru-baru ini Indeks Pendidikan Indonesia atau EDI (Education Development Index) menurun yang dilaporkan oleh EFA (Education for All) dan dipublikasikan pada November 2007 lalu. Posisi berada dalam kategori sedang bersama 53 negara lainnya. Dengan penilaian pada kategori angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas 5 sekolah dasar. Peringkat melorot dari 58 pada tahun sebelumnya menjadi 62, setingkat di atas kita yang tahun sebelumnya sempat berada di bawah . Dari kategori penilaian tersebut dapat diketahui bahwa masih sedikit lebih baik di antara negara-negara se kawasan seperti, Kamboja, dan. Mungkin saja tahun ke depan dan Kamboja akan melampaui angka pencapaian Negara kita, ini ditunjukkan peningkatan total indeks pendidikan setiap tahunnya. Olehnya itu patut menjadi perhatian bahwa jatuhnya peringkat indeks dari tahun sebelumnya berarti kuantitas angka partisipasi pendidikan dasar menurun belum lagi kalau berbicara kualitas.
Masalah lain dalam pendidikan kita adalah tidak tersusunnya pola yang jelas dalam kurikulum pembelajaran sekolah. Kurikulum sekolah yang semestinya dijadikan acuan dalam sistem pengajaran, belum bisa diterapkan dengan semestinya di beberapa daerah. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya fasilitas mengajar dibeberapa daerah. Ini menyebabkan kualitas lulusan sekolah-sekolah tersebut tidak dapat bersaing dengan lulusan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Indonesia.
Dan yang lebih menyediakan lagi adalah masih kurangnya tenaga pengajar di daerah-daerah pelosok. Masih banyak tenaga guru yang mengajar dari kelas satu sampai kelas enam sekolah dasar. Ini dikarenakan minimnya tenaga pengajar didaerah tersebut. Seperti terjadi didaerah Batam. Terdapat guru yang mengajar dua rombongan belajar secara bersamaan. Parahnya, dua rombongan belajar itu dididik dalam satu ruangan. Penghasilan guru sekolah dasar yang rendah menjadi alasan utama bagi putra asli daerah untuk terjun sebagai tenaga pengajar. Gaji pokok seorang guru SD bergolongan II-C sampai III-B hanya Rp 200-300 ribu. Memang masih ada beberapa tunjangan, tapi jelas jumlah itu tak cukup untuk menghidupi sebuah keluarga pada saat krisis ekonomi seperti sekarang.

Categories: Share

Leave a Reply